na memang begitu, mau diapakan juga tetap begitu!!!

SEPENGGAL CERITA PENGALAMAN HIDUP YANG TERBINGKAI DI MASA LAMPAU

Terlahir di sebuah desa kecil yang penduduknya tidak terlalu begitu banyak, dan kebanyakan penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh di perusahaan kayu dan berkebun jambu mete kala itu, sekitar tahun 90an. Kampung saya terletak di tepi pantai, akan tetapi orang-orang di desa kami yang menjadikan nelayan sebagai matapencaharian tetap itu tidak ada, padahal saat itu hutan bakau sangat rimbun dimana terdapat berbagai macam sumber makanan yang sering orang kampung cari seperti siput, kerang, dan terkadang terdapat gurita di lubang sekitar bakau dengan ikan laut sangat melimpah di sekitar kawasan estuari yang merupakan daerah pertemuan air laut dan tawar.  Tumbuh di keluarga yang mungkin terbilang kata cukup untuk standar kehidupan di desaku merupakan hal patut ku syukuri sebagai anak. Bermain dengan teman-teman sebaya entah itu bersama anak laki-laki atau perempuan merupakan aktifitas rutin kami setiap sehabis pulang sekolah dan mengaji.

Saking enaknya dengan suasana kampung, saya sampai berniat untuk enggan meninggalkan kampung halamanku. Pada saat itu, setamatnya aku dari Sekolah dasar, orang tua ingin melanjutkan sekolahku ke jenjang SLTP. Karena di perkampunganku tidak ada SLTP, sehingga mau tidak mau saya harus meniggalkan kampung halamanku menuju kecamatan untuk melanjutkan sekolah dan tinggal di rumah orang yang boleh dibilang masih ada hubungan kekeluargaan. Pada saat pertama kali masuk SLTP, saya dan teman-teman sebayaku yang masih mengenakan seragam SD melakukan masa orientasi siswa yang panitianya kakak-kakak kelas kami. Satu hal yang paling saya hindari pada saat MOS yaitu ketika kami di suruh memperkenalkan diri dan bernyanyi satu per satu. Ketika memperkenalkan diri dan menyebut asal kampung halamanku, sontak teman-teman meneriakiku dengan ucapan sambil gelagak ketawa "Beh kampung Pa'tare balo haha" (bahasa setempat yang berarti kampung penarik balok). Dengan wajah yang pesimistis bercampur malu, saya hampir tidak ingin kesekolah lagi di tempat itu. Akan tetapi karena takut kepada orang tua, maka saya urungkan niat untuk tidak bersekolah.

Memasuki tahun ajaran baru, saya dan teman-temanku di tempatkan ke kelas 1B. Yahh hitung-hitung satu tingkat di bawah 1A, dimana kelas 1A merupakan kelas yang notabenenya untuk murid - murid dengan intelegensi tinggi, dari pada dilempar ke kelas 1F yang boleh dibilang kelas pembuangan dengan murid-murid super bandel atau kepala batu hahaha. Ada kejadian unik yang menimpa teman perempuan sekelasku. Kala itu, ketika kami lagi serius-seriusnya mengikuti pelajaran yang dipaparkan oleh Bapak guru, terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Yahh boleh dibilang konfrontasi diam-diam hahaha (kaya perrang saja). Pak guru yang sedang mengajari kami dengan indera penciuman yang supertajam, merasa ada aroma yang aneh masuk diruang kelas. Guru dan kami tidak menghiraukan aroma tersebut, anggapannya paling sekejab bau tersebut kabur juga terbawa angin. Akan tetapi, selang 30 menit kemudian dalam ruang kelas, kok aroma tersebut tidak kabur-kabur seperti yang kami prediksikan sebelumnya. Pak guru juga merasa harus bertindak cepat sebelum nasi menjadi bubur. Guru kami sontak menayakan soal bau menyengat di ruang kelas kami dan kami cuma hanya bisa menyangkal sambil mencari tumbal untuk mengakui kesalahannya tetapi sama sekali tidak ada yang mengaku. Maka dengan instruksi pak guru, kami semua disuruh berdiri. Saya dan teman-teman nampak heran, apa yang akan dilakukan  pak guru kepada kami terkait persoalan ini, apakah kami semua akan dihukum. Ternyata, pak guru menyuruh kami untuk saling memegang bokong teman sebangku lalu kemudian tangan yang dipakai untuk mengeksekusi disuruh cium sendiri-sendiri. Alhasil ditemukanlah pelakunya hehehe... 
To be continue!